Ada suatu cerita tentang eksotika yang bisa membudaya seperti halnya permainan tradisional yang satu ini.Anak anak berkumpul di halaman membentuk lingkaran."JAMURAN" begitu permainan ini di namakan.Jamuran sebenarnya permainan berasal dari daerah Yogjakarta Jawa Tengah dan sekitarnya.
Sebelum bermain biasanya di awali dengan "hom pimpah"untuk menentukan siapa yang menang atau kalah.Namun yang unik adalah meenang atau kalah tetap riang gembira.Yang menang membentuk lingkaran sambil bernyaynyi.
Jamuran ya ge ge thok
Jamu apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sak ara-ara
Semprat-semprit Jamur apa
Nah nanti terus berhenti , terus pura-pura jadi bentuk lain
Tiba pada kalimat ‘siro badhe jamur opo?’, si anak yang berada di tengah lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib kami perbuat. Anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di ucapkan si anak yang kalah tadi. Misal seperti ini…
‘jamur montor!’
Saat di ucapkan ‘jamur montor!’, anak-anak yang berhamburan untuk berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. Ada yang menjadi mobil polisi. Ada yang menjadi dokar. Ada yang menjadi sepeda motor. Ada yang menjadi kereta. Masing-masing kami bergumam menirukan suara tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. Hingga terdengar lagi sebuah suara.
‘jamur patung!’
Lantas anak-anak bergegas menjadi patung. Diam tak bergerak. Tidak boleh tersenyum. Tidak boleh tertawa. Meski digoda. Meski diajak berbicara.
Bagi anak yang tertawa, tersenyum, atau yang bergerak akan terkena hukuman yaitu ia harus menggantikan posisi anak yang kalah tadi.
Bila sudah ada yang terkena, kami lantas bermain lagi dari mula. Bila sudah ada terhukum, kami yang terbebas bisa lega tersenyum.
Yang kena hukuman, masuk ke dalam lingkaran. Yang lainnya, bergandengan tangan melingkar dan mulai menembang. Jamuran… jamuran… yo ge ge thok…
Tiba pada kalimat ‘siro badhe jamur opo?’ (intinya permainan dimulai seperti awal tadi).
‘jamur monyet!’
Anak-anak segera melepas tautan tangan. Semua berhamburan. Macam-macam gerakannya. Ada yang dengan segera memanjat pohon. Ada yang hanya menggaruk-garuk kepala. Ada yang sesekali meloncat-loncat. Ada yang seketika duduk dan berpura-pura seperti sedang mencari kutu pada kepala temannya.
Anak-anak pun banyak yang tertawa terpingkal karenanya.
‘jamur let uwong!’
Anak yang membentuk lingkaran bubar lalu mencari pasangan untuk diajak bergandengan. Yang tidak mendapat pasangan, harus ‘jadi’ atau mendapat hukuman berdiri di tengah lingkaran.
‘jamur kendil borot!’
Anak-anak mencari tempat yang agak tersembunyi untuk buang hajat kecil, karena kendilnya borot (pancinya bocor). Kendil yang tidak bocor dianggap tidak berguna. Walhasil anak yang tidak buang hajat kecil dianggap sebagai kendil tidak bocor dan harus ‘jadi’. Kadang, pada jamur kendil borot dijumpai sedikit kecurangan karena membawa air dalam plastik dan hanya berpura-pura buang hajat kecil. Atau ‘sedikit’ bohong dengan mengaku sudah buang hajat kecil saat anak yang ‘jadi’ sedang memeriksa kebocoran anak lain. Pemeriksaan Kendil borot hanya dilakukan dengan melihat bekas air.
‘jamur gagak!’
Anak-anak berlari sambil merentangkan tangan, menirukan kepakan sayap burung gagak sambil menirukan bunyinya gaok gaok. Tugas anak yang ‘jadi’ adalah menangkap ‘burung gagak’. Dan kawanan burung gagak harus menghindarinya agar jangan mendapat hukuman. Cara menghindari pengejaran mudah saja yaitu dengan berjongkok sebagai pengibaratan burung yang sedang hinggap. Jika mendapati anak jongkok, maka pengejaran dihentikan. Atau jika mau, menunggu agar anak yang berjongkok itu lari lagi lalu dikejar. Jika ada anak yang tertangkap ketika masih berlari, maka berlakulah hukuman.
‘jamur parut!’
Anak-anak yang membentuk lingkaran bubar menjauhi anak yang berada di tengah. Mereka mencari tempat untuk berdiri dengan berpegangan tangan pada sebatang pohon tiang, atau bersandar pada tembok lalu menggantung sebelah kakinya. Telapak kaki harus nampak agar mudah digelitik.
Anak yang tadi berdiri di tengah lalu menghampiri salah seorang anak yang menggantungkan kakinya sebelah, lalu menggelitik telapak kakinya yang digantung. Anak yang digaruk harus menahan diri agar jangan sampai tertawa, agar tidak mendapat hukuman.
Untuk memancing agar anak yang digaruk tertawa, anak yang menggaruk boleh menggodanya dengan memperlihatkan gerak-gerik yang lucu atau menggodanya dengan kata-kata yang jenaka. Jika cara-cara demikian tidak dapat membuat anak itu tertawa, maka ia menghampiri anak-anak yang lain dan diperlakukan demikian pula. Jika anak lain tetap tidak tertawa maka hukuman tetap pada dirinya,
mengulangi berdiri di tengah-tengah lingkaran.
Demikian permainan itu dilangsungkan dan diulang-ulang berkali-kali dari permulaan, dan setiap kali disebutkan nama jamur yang berlainan oleh anak yang ‘jadi’.
No comments:
Post a Comment