Joko Pekik Seniman Satu Milyard

Joko Pekik pernah mengenyam pendidikan ASRI di Jogja ( Akademi Seni Rupa Indonesia ) yang sekarang menjadi ISI ( Institut Seni Indonesia ), memiliki gaya dan karakter Lukisan yang khas, beliau banyak mengkritisi dalam tatanan kehidupan sosial melalui karya Lukisanya.

Perjalanan hidupnya merupakan petualangan getir menuju kesuksesan, karena kasus LEKRA beliau dikucilkan dari masyarakat, karya-karya lukisanya tidak dihargai hingga pada era reformasi beliau mulai menemukan secercah harapan. Karya-karyanya mulai diapresiasi oleh para pengamat seni, dan beberapa karya Lukisanya yang bertema “Celeng” mendapat apresiasi yang luar biasa dari para pengamat maupun para pecinta Lukisan, sehingga karya Lukisan Joko pekik mulai diburu banyak kolektor dengan harga tinggi. Gaya aliran lukisan karya Joko Pekik masuk dalam gaya aliran lukisan realisme sosialis.
Mendapat julukan pelukis satu miliar, karena lukisannya, Indonesia 1998 Berburu Celeng, terjual seharga Rp 1 miliar dalam satu pameran di Yogyakarta, tahun 1999. Berburu Celeng bersama dua lukisan lain, Susu Raja Celeng (1996) dan Tanpa Bunga dan Telegram Duka Cita 2000, merupakan sebuah trilogi. Trilogi ini merupakan lukisan yang paling berkesan baginya diantara 300 karya lukisnya.


Salah satu lukisan karya Djoko Pekik berjudul "Berburu celeng" lukisan seharga Rp. 1 Miliar, dibuat tahun 1998.

Cita-citanya waktu kecil ingin jadi lurah kaya dan punya gamelan. Walau tak jadi lurah, ia sudah dapat membeli dua perangkat gamelan. Djoko Pekik yang artinya pemuda tampan sebenarnya tak mewarisi darah seni dari orangtuanya. Senang melukis sejak kecil, ia sendiri menyebut dirinya berbakat kesasar. Ayah dan ibunya petani, yang buta huruf dan tinggal di tengah hutan jati di daerah Purwodadi, Jawa Tengah. Djoko kecil juga senang bermain sandiwara. Ketika memerankan tokoh Kelenting Kuning dalam Ande-Ande Lumut, ia menggambar sendiri pakaian tokoh yang dimainkanya.

No comments:

Post a Comment

Pages