Gerbang masuk Kuburan Trunyan
Desa Trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau Batur,
Kintamani,Kabupaten Bangli.Desa ini
merupakan sebuah desa Bali Aga,Bali Mula dengan kehidupan masyarakat
yang unik dan menarik Bali Aga,berarti orang Bali pegunungan, sedangkan
Bali Mula berarti Bali asli. Kebudayaan orang Trunyan
mencerminkan satu pola kebudayaan petani yang konservatif.
Bayangkan tengkorak bertebaran
di atas tanah, namun tak sedikit pun bau bangkai tercium. Inilah
keunikan kuburan di Desa Trunyan, Kabupaten Bangli, Bali. Mayat di sini
tak ada yang dikubur, namun udaranya semerbak wangi.
Desa Trunyan
punya kuburan yang unik. Alih-alih dimakamkan, atau dibakar layaknya
upacara Ngaben ala Bali, jenazah di Desa Trunyan dibiarkan begitu saja
di atas tanah. Mayat-mayat ini hanya ditutup ancak saji yang terbuat
dari dedaunan.
Tapi anehnya, tak ada bau bangkai tercium di sini.
Padahal tengkorak dan tulang-belulang berserakan di banyak tempat. Tak
ada pula aroma bunga kamboja seperti yang umum tumbuh di pemakaman.
Penyebabnya adalah Taru Menyan, pohon raksasa asal nama Trunyan.
Saat
detikTravel menyambangi Kuburan Trunyan beberapa waktu lalu, cuaca
cukup terik dan berangin. Pohon Taru Menyan berdiri tegak di tengah
kuburan, daunnya melambai-lambai terkena angin. Pohon besar inilah yang
konon menghasilkan aroma semerbak, menghilangkan bau bangkai di udara.
Menurut
legenda, Taru Menyan-lah yang wanginya menghipnosis 4 bersaudara dari
Keraton Surakarta untuk mengarungi daratan dan lautan hingga tiba di
Desa Trunyan. Singkat cerita, 4 bersaudara itu terdiri dari 4 laki-laki
dan si bungsu perempuan. Setibanya di Trunyan sang kakak sulung jatuh
cinta kepada Dewi penunggu pohon tersebut.
Setelah menikah,
jadilah Trunyan sebuah kerajaan kecil. Meski sang Dewi penunggu pohon
telah menikah, Taru Menyan masih mengeluarkan wangi. Akibat takut
diserang dari luar karena semerbak wanginya, sang Raja memerintahkan
warga untuk menghapus wangi itu dengan cara meletakkan jenazah begitu
saja di atas tanah.
Akar Taru Menyan menjulur ke berbagai tempat,
salah satunya tempat deretan ancak saji berisi mayat. Di sekitar ancak
saji terdapat benda-benda peninggalan mendiang. Ada foto, piring, sapu
tangan, baju, perhiasan, dan lain-lain.
Tradisi membiarkan
jenazah tanpa dikubur ini sudah ada ratusan tahun lamanya. Namun dengan
syarat, mayat harus utuh dan meninggal secara normal. Tak ada luka atau
penyakit. Layak atau tidaknya seseorang 'dikubur' di Trunyan juga
dilihat dari baik atau buruknya perilaku orang tersebut semasa hidup.
Jumlah
jenazah yang ditutup ancak saji hanya 11, tak akan bertambah maupun
berkurang. Jika sudah penuh, tulang-tulangnya digeser sehingga tengkorak
pun berkumpul di bagian ujungnya.
Meski menyeramkan, tak sedikit wisatawan
yang penasaran dan ingin melihat sendiri Kuburan Trunyan. Mencapai
tempat ini juga tergolong gampang. Anda bisa menyewa perahu dari Dermaga
Kedisan di salah satu sisi Danau Batur, langsung menuju Kuburan
Trunyan. Harga per perahunya mulai Rp 50.000-100.000, dengan waktu
tempuh sekitar 30 menit sekali jalan. Perahu ini bisa membawa sampai 5
wisatawan sekali jalan.
Di Kuburan Trunyan, jenazah tertutup ancak saji.
No comments:
Post a Comment