Pohon Tarra, Objek Wisata Kuburan Bayi di Tana Toraja



Jika pada masyrakat Bali kita mengenal areal pekuburan yang bernama Trunyan atau pohon Taru Menyan  maka di Tana Toraja tepatnya di Daerah Kambira kita akan mendapati sebuah pohon yang bernama pohon Tarra.Kambira merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Sangalla dan masuk wilayah Kabupaten Tana Toraja. Kambira tidak terlalu jauh dari Makale sebagai ibu kota Tana Toraja, tapi agak jauh jika ditempuh dari Rantepao yang merupakan ibu kota Toraja Utara sekaligus tempat berkumpulnya para turis lokal maupun asing yang sedang berkunjung ke Toraja.

Masyarakat Kambira mempunyai sebuah tradis yang terbilang sangat unik. Bagi masyarakat Kambira setiap  bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon Tarra. Bayi ini dianggap masih masih suci. Pohon Tarra dipilih sebagai tempat penguburan bayi, karena pohon ini memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu. Dengan menguburkan di pohon ini, orang-orang Toraja menganggap bayi ini seperti dikembalikan ke rahim ibunya dan mereka berharap pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang akan lahir kemudian.

Pohon Tarra memiliki diameter sekitar 80 sampai 100 cm dan lubang yang dipakai untuk menguburkan bayi ditutup dengan ijuk dari pohon enau. Pemakaman seperti ini dilakukan oleh orang Toraja pengikut ajaran kepercayaan kepada leluhur. Upacara penguburan ini dilaksanakan secara sederhana dan bayi yang dikuburkan tidak dibungkus dengan kain, sehingga bayi seperti masih berada di rahim ibunya.

Kuburan ini terletak di Desa Kambira, tidak jauh dari Makale, Tana Toraja.

Seperti halnya objek-objek wisata lain di Toraja, Kambira menyimpan keunikan tersendiri yang sangat menarik. Di desa kecil ini terdapat Pohon Tarra’ berukuran cukup besar, dengan diameter sekitar 80-100 cm, yang digunakan sebagai tempat penguburan para bayi (baby graves). Pohon besar ini dipahat sehingga menghasilkan lubang berukuran sesuai dengan tubuh bayi. Setelah mayat bayi dimasukkan ke dalam lubang tanpa dibungkus kain apapun, selanjutnya bekas pahatan itu ditutup dengan menggunakan ijuk yang terbuat dari Pohon Enau. Orang Toraja menyebut kuburan seperti ini dengan nama Passiliran.

Prosesi pemakaman seperti ini hanya dilakukan oleh orang Toraja yang menganut kepercayaan Aluk Todolo atau kepercayaan kuno terhadap para leluhur. Tidak sembarangan bayi bisa dikuburkan di Pohon Tarra’. Hanya bayi yang belum tumbuh gigi susu saja yang bisa dikuburkan di sini karena dianggap masih suci. Pohon Tarra’ sengaja dipilih sebagai tempat mengubur bayi karena pohon ini menghasilkan getah yang sangat banyak. Getah ini dianggap sebagai pengganti air susu ibu (ASI), dengan kata lain orang Toraja menganggap bayi ini seperti dikembalikan ke rahim ibunya. Menurut kepercayaan setempat, pengembalian bayi ke rahim ibunya seperti ini akan menyelamatkan bayi-bayi yang lahir di kemudian hari.

Tidak jauh berbeda seperti kuburan-kuburan lain di Toraja, penempatan kuburan bayi ini juga berdasarkan strata sosial keluarga. Semakin tinggi tempat penguburan, maka semakin tinggi pula derajat sosial keluarga si bayi dalam kehidupan bermasyarakat. Uniknya lagi, arah lubang kuburan ditempatkan sesuai dengan arah tempat tinggal keluarga. Meskipun cukup banyak lubang yang ada di pohon, tapi tidak ada bau busuk sama sekali di sekitarnya. Bahkan, menurut kepercayaan masyarakat kuburan ini akan menutup dengan sendirinya setelah 20 tahun, sehingga Pohon Tarra’ di sini tidak akan penuh sesak dan kekurangan tempat untuk mengubur bayi yang masih suci.

No comments:

Post a Comment

Pages