Sebuah
rumah sederhana dibentuk dari bahan kayu dan anyaman daun sagu. Sekilas
mirip pendopo khas Jawa tetapi jelasnya ini adalah rumah adat
peninggalan leluhur suku Sahu di Pulau Halmahera, Maluku Utara.
Rumah adat ini menjadi tempat warganya berkumpul, bersantap, dan
berbagi nilai-nilai leluhur dan kearifan lokal yang terus dipegang teguh
melekat dalam kesehariannya.
Rumah adat sasadu mencerminkan watak
suku Sahu yang terbuka dan ramah. Bangunan yang tanpa pintu adalah
isyarat bahwa siapapun dapat masuk ke dalamnya baik itu masyarakat asli
maupun suku pendatang akan diterima dengan tangan terbuka. Ini juga
menyiratkan tidak ada paksaan dalam berkomunikasi antarsesama. Semuanya
berlangsung secara alami dan sukarela.
Rumah adat ini memiliki enam pintu
untuk jalan masuk dan keluar, meskipun setiap sisinya tidak berdinding.
Dua pintu untuk jalan masuk keluar bagi perempuan, dua pintu bagi
lelaki, dan dua pintu bagi para tamu. Rumah adat ini juga dilengkapi
bendera besar (panji) dan bendera kecil (dayalo) serta sekelilingnya dihiasi kain putih berbentuk bukit-bukit kecil (paturo) yang melambangkan NKRI.
Sasadu memiliki dua ujung atap berukir
kayu berbentuk haluan dan buritan perahu yang di tempatkan pada kedua
ujungnya. Bubungan tersebut melambangkan perahu yang sedang berlayar.
Suku Sahu sendiri merupakan salah suku yang suka berlayar dan
berpetualang mengarungi samudera. Replika perahu layar juga ditempatkan
di dalam rumah adat ini yang disebut kagunga tego-tego (perahu perang yang ada di darat).
Perhatikan juga pada bubungan atapnya
yang menjulang tergantung dua buah bulatan yang dibungkus ijuk. Itu
merupakan simbol dua kekuatan supranatural yang diyakini suku Sahu.
Kekuatan dimaksud adalah satu yang membinasakan dan lainnya sebagai
perlindungan.
Pembangunan rumah adat ini tanpa
menggunakan paku tetapi sepenuhnya berbahankan alam dan kearifan lokal.
Bangunannya didominasi batang pohon sagu sebagai tiang dan kolom serta
daun sagu sebagai pelapis atap. Pohon sagu sendiri mudah didapat di
Halmahera dan menjadi makanan pokok. Selain itu, pohon sagu juga
dilambangkan sebagai pohon kesejahteraan.
Sasadu bagi masyarakat suku sahu
merupakan bentuk penghargaan bagi kaum wanita. Itu karena di dalam
ruangannya tersedia dua buah meja, satu meja khusus untuk perempuan di
bagian depan dan satu meja lagi bagi laki-laki di bagian belakang.
Menempatkan meja perempuan di depan menyiratkan makna bahwa bagi suku
Sahu wanita akan didahulukan dan laki-laki senantiasa melindunginya dari
belakang.
Rumah adat sasadu memiliki banyak
fungsi. Selain sebagai ruang pertemuan dan tempat menerima tamu, juga
untuk merayakan pesta adat yang dapat berlangsung hingga tujuh hari
tujuh malam. Pesta tersebut biasanya untuk merayakan perkawinan dan
kelahiran. Di depan rumah adat inilah biasanya digelar acara makan
bersama dengan memainkan tarian adat tradisional.
No comments:
Post a Comment