Rumah Adat Natah Asal Daerah Provinsi Bali


Rumah Adat Natah adalah rumah adat Asal Daerah Provinsi Bali. Rumah adat Bali dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali dan Asta Bhumi (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China). Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan.

Makna

Natah merupakan simbol tempat pertemuan antara purusa dan pradana, yaitu pertemuan antara langit dan bumi. Dengan demikian makna natah yang paling utama adalah memberi peluang suatu kehidupan, yakni berumah tangga selama jiwa bertemu dengan raga atau sepanjang ayat dikandung badan. Pertemuan purusa dan pradana ini menghasilkan benih-benih kehidupan. Keberadaan purusa (kelaki-lakian) yang berlawanan dengan pradana (kewanitaan) juga merupakan konsep rwa bhineda, dua hal yang bertentangan tetapi tidak saling memusnahkan dan menghilangkan salah satunya, melainkan keduanya harus berjalan selaras dan seimbang.

Aspek Tri Hita

Dalam pembangunan sebuah ruma harus meliputi aspek-aspek tersebut diatas yang biasa disebut juga Tri Hita Karana diantaranya:
  • Pawongan merupakan para penghuni rumah.
  • Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
  • Parhyangan yang berarti harus ada hubungan baik antara penghuni dan lingkungan dengan TUHAN melalui manifestasiNya.

Bagian Ruangan

Rumah tradisional Adat Bali memiliki susunan ruangan yang dikenal dengan sebutan Tri Angga dimana Pekarangan Rumah Adat dibagi menjadi tiga, yakni:
  • Utama Mandala (kaja-kangin) untuk parhayangan atau tempat suci yaitu sanggah atau pamerajan;
  • Madya Mandala (tengah) untuk pawongan;
  • Nista Mandala (kelod-kauh) untuk palemahan.
  • Dalam rumah adat bali terdapat sembilan ruang pekarangan yang terdiri terdiri dari
  • Utamaning utama (kaja-kangin)
  • Utamaning madya (kaja)
  • Utamaning nista (kelod-kauh)
  • Madyaning utama (kangin)
  • Madyaning madya (tengah)
  • Madyaning nista (kauh)
  • Nistaning utama (kelod-kangin)
  • Nistaning madya (kelod)
  • Nistaning nista (kelod-kauh)
Pada umumnya bangunan tradisional Bali penuh dengan hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Hal tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.

Ciri Khas

Berikut ciri khas yang dapat kita jumpai di rumah adat bali :
  • Adanya Tembok batas rumah (panyengker karang)
  • Terdapat angkul-angkul (puntu masuk rumah) serta aling-aling (optional)
  • Terdapat tempat sembahyang yang lebihh dikenal dengan Sanggah/Pamerajan/Mrajan
  • Terdapat Bale Daja/Gedong/Meten yang letaknya di sisi utara pekarangan rumah
  • Terdapat Bale Dangin di sisi timur pekarangan
  • Terdapat Dapur/Pawon di sisi selatan
  • Terdapat Bale Dauh di sisi barat
  • Terdapat Tugu Pangijeng Karang
  • Terdapat Tempat Air/Sumur
  • Terdapat Lumbung sebagai tempat penyimpanan padi
Tata ruang rumah Tradisional Bali mengikuti konsepsi kosmologis dalam penataan pekarangannya. Tata letak massa bangunan yang diposisikan sesuai dengan fungsi, makna, serta tata nilainya. Rumah dianggap sebagai mikrokosmos semesta yang bersimbol pada teritori, orientasi, tata letak, dan hirarki ruang-ruang.

Penataan rumah tradisional pada desa pegunungan cukup sederhana. Rumah terdiri dari tiga fungsi bangunan, yakni
  • sanggah,
  • bale meten, dan
  • bale delod.
Penataan Rumah Tradisional Bali memperlihatkan ciri-ciri yang khas dan keragaman. Hal tersebut karena adanya Desa (tempat)-Kala (waktu)-Patra (keadaan) dan Desa-Mawa-Cara yang menjelaskan adanya fleksibilitas yang tetap terarah pada filosofinya. Namun beberapa tipe rumah seperti disebutkan sebelumnya selalu memiliki atribut yang sama seperti sanggah, meten, bale (delod/dangin/dauh), jineng, paon, dan natah.

No comments:

Post a Comment

Pages