Babad Tanah Jawi menyebut namanya dengan sebutan Makdum Ibrahim Asmoro atau Maulana Ibrahim Asmoro. Sebutan itu mengikuti pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan as-Samarqandi, yang kemudian berubah menjadi Asmoroqondi. Menurut Babad Cerbon, Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah putera Syekh Karnen dan berasal dari negeri Tulen. Jika sumber data Babad Cerbon ini otentik, berarti Syekh Ibrahim as-Samarqandi bukan penduduk asli Samarkand, melainkan seorang migran yang orang tuanya pindah ke Samarkand, karena negeri Tulen yang dimaksud menunjuk pada nama wilayah Tyulen, kepulauan kecil yang terletak di tepi timur Laut Kaspia yang masuk wilayah Kazakhstan, tepatnya dia arah barat Laut Samarkand.
Menurut Babad Ngampeldenta, Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang dikenal dengan sebutan Syekh Molana adalah penyebar Islam di negeri Champa, tepatnya di Gunung Sukasari.Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan berhasil mengislamkan Raja Champa dan diambil menantu.Dari isteri puteri Raja Champa tersebut, Syekh Ibrahim Asmoroqondi memiliki putera bernama Raden Rahmat. Di dalam Babad Risakipun Majapahit dan Serat Walisana Babadipun Parawali, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan datang ke Champa untuk berdakwah dan berhasil mengislamkan raja serta menikahi puteri raja tersebut. Syekh Ibrahim Asmoroqondi juga dikisahkan merupakan ayah dari Raden Rahmat (Sunan Ampel).
Di dalam naskah Nagarakretabhumi, Syekh Ibrahim Asmoroqondi disebut dengan nama Molana Ibrahim Akbar yang bergelar Syekh Jatiswara. Seperti dalam sumber historiografi lain, dalam naskah Nagarakretabhumi, tokoh Molana Ibrahim Akbar disebut sebagai ayah dari Ali Musada (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan sebutan Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Di dalam naskah Nagarakretabhumi, Syekh Ibrahim Asmoroqondi disebut dengan nama Molana Ibrahim Akbar yang bergelar Syekh Jatiswara. Seperti dalam sumber historiografi lain, dalam naskah Nagarakretabhumi, tokoh Molana Ibrahim Akbar disebut sebagai ayah dari Ali Musada (Ali Murtadho) dan Ali Rahmatullah, dua bersaudara yang kelak dikenal dengan sebutan Raja Pandhita dan Sunan Ampel.
Menurut cerita tutur yang berkembang di masyarakat, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikisahkan tidak lama berdakwah di Gesik. Sebelum tujuannya ke ibukota Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim Asmoroqondi dikabarkan meninggal dunia. Beliau dimakamkan di Gesik tak jauh dari pantai.
No comments:
Post a Comment