Berada pada ketinggian 1400 meter di lereng Gunung Lawu, Candi
Cetho hanya bisa dicapai melalui jalan aspal sempit, menanjak curam dan
berkelok-kelok. Rasa was-was dan takut akan terbayar lunas begitu sampai
di kompleks candi. Sejuknya udara pegunungan dan indahnya pemandangan
alam akan menjadi teman setia menjelajahi Candi Cetho.
Gapura yang berdiri menjulang dengan anggun di bawah
langit akan langsung membawa ingatan kita pada gapura-gapura di Pulau
Dewata, Bali. Dua buah patung penjaga yang berbentuk mirip dengan patung
pra sejarah berdiri membisu di bawahnya. Kawasan candi ini membentang
pada sebuah lahan berundak dan dibangun pada akhir kekuasaan Kerajaan
Majapahit di bawah pemerintahan Raja Brawijaya V. Di salah satu terasnya
terdapat susunan batu dengan pahatan berbentuk matahari yang
menggambarkan Surya Majapahit, lambang Kerajaan Majapahit. Candi ini
pertama kali ditemukan sebagai reruntuhan batu dengan 14 teras berundak.
Namun sekarang hanya tertinggal 13 teras, 9 diantaranya telah dipugar.
Sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, candi ini dihiasi dengan arca phallus
yang menjadi symbol Siwa. Terdapat juga patung Brawijaya V serta
penasehatnya dan susunan batu berbentuk lingga dan yoni berukuran dua
meter. Bangunan utama berbentuk trapesium berada di teras paling atas.
Sampai saat ini Candi Cetho masih dipergunakan oleh penduduk sekitar
sebagai tempat beribadah. Mereka meletakkan sesajen di arca-arca
kemudian naik ke teras tertinggi untuk ritual keagamaan. Harum bunga
sesaji dan dupa ditambah dengan kabut yang sering turun menyelimuti area
candi memberi kesan mistis.
No comments:
Post a Comment